oleh : Kudung Khantil Harsandi Muhammad.
SEMUT-SEMUT NAKAL
Anda pasti pernah melihat kue yang enak banget namun harus di buat kesal karena ada banyak semut yang juga ikutan nyerbu kue tadi?, atau saat anda ingin meminum susu coklat di pagi hari namun lagi-lagi ternyata susu coklat anda sudah dipenuhi dengan banyak semut yang juga pengen ikutan menikmati minuman anda?, sebenarnya najiskah minuman yang bercampur dengan banyak semut sebagaimana dalam kejadian ini? dan apakah jika dirasa sulit untuk membuang semut-semut dari makanan atau minuman tadi kita diperbolehkan untuk langsung mengkonsumsinya?
Karena semut juga merupakan hewan yang saat di sayat atau di bunuh tidak akan mengeluarkan darah, maka untuk jawaban dari problem ini sebenarnya tidak lepas dari kontroversi akan hukum untuk hewan yang tidak mengalir darahnya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa semut juga dapat merusak kesucian air karena hewan ini adalah jenis hewan yang tidak boleh dikonsumsi saat sudah mati dan hal itu bukan karena kemulyaannya sebagaimana bangkai manusia, sehingga hukumnya juga akan disamakan sebagaimana hewan yang mengalir darahnya saat di sayat. Pendapat yang lain menuturkan bahwa semut tidak dapat merusak kesucian air dengan menganalogikan hal ini pada kasus lalat yang tersurat dalam sabda nabi :
"إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَ الْأُخْرَى شِفَاءً"
Jika ada lalat yang masuk ke dalam minuman kalian maka masukkan seluruh bagian tubuh lalat tadi ke dalam minuman, lalu kemudian buanglah. Karena salah satu dari sayapnya adalah sumber penyakit sedangkan yang lain adalah obatnya
Dan seperti yang kita ketahui terkadang makanan atau minuman yang kita konsumsi masih dalam keadaan panas, sehingga jika kita laksanakan anjuran Nabi sebagaimana dalam hadits, lalat tersebut akan mati, jika hal tersebut bisa berpengaruh terhadap kesucian air tentunya Rosulullah tidak akan bersabda sebagaimana di atas.
Rumusan hukum ini juga senada dengan pendapat imam Romli dalam kitab Fatawanya, beliau menyatakan bahwa jika pada makanan kita terdapat banyak semut dan kita sulit untuk membersihkannya maka kita boleh untuk langsung memakannya meski sekalian dengan semutnya. Kecuali jika ada dugaan kuat bahwa hal tersebut dapat membahayakan tubuh kita.
Dan jika semisal semut ini begitu banyak sehingga dapat merubah sifat-sifat dari air, maka dalam hal ini juga terdapat dua versi pendapat, sebagian ulama' menyatakan bahwa air tersebut dihukumi najis karena bagaimanapun air ini adalah adalah air yang berubah disebabkan oleh hal yang najis. Oleh imam Rofii, imam Asy-Syasyi dan beberapa ulama' lain pendapat ini diklaim sebagai pendapat yang benar (shahih). Sedangkan pendapat kedua menyatakan air tersebut tetap dihukumi suci karena hal-hal yang tidak berpengaruh terhadap kesucian air saat air tersebut dalam skala sedikit, maka juga tidak akan merusak kesucian air meskipun air tersebut mengalami perubahan. Dan jika kita mengikuti pendapat ini maka air tersebut juga memiliki fungsi untuk mensucikan. Versi ini oleh imam Bujairomi dianggap sebagai pendapat yang shohih melihat hadits tentang kasus lalat di atas, dan karena kasus seperti ini seringkali terjadi dan sulit untuk kita hindari.
Keterangan di atas adalah mengenai status air yang terdapat banyak semut di dalamnya. Sedangkan untuk hukum semut itu sendiri oleh imam Qoffal disesuaikan dengan perbedaan fuqoha' di atas, artinya jika kita mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa air tersebut tetap suci maka hukum dari semut itu juga suci, demikian juga sebaliknya. Sedangkan menurut para pakar fikih negara irak yang juga didukung oleh beberapa ulama' lain, status hukum semut tersebut adalah najis karena termasuk kategori bangkai.
AL-MAJMU' SYARH AL-MUHADZDZAB juz 1 hal.127_131
وان كانت النجاسة ميتة لا نفس لها سائلة كالذباب والزنبور ما أشبههما ففيه قولان. أحدهما أنها كغيرها من الميتات لانه حيوان لا يؤكل بعد موته لا لحرمته فهو كالحيوان الذى له نفس سائلة. والثانى أنه لا يفسد الماء لما روى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا وقع الذباب في اناء أحدكم فامقلوه فان في احد جناحيه داء وفي الآخر دواء وقد يكون الطعام حارا فيموت بالمقل فيه فلو كان يفسده لما امر بمقله ليكون شفاء لنا إذا أكلناه فان كثر من ذلك ما غير الماء ففيه وجهان. أحدهما أنه ينجس لانه ماء تغير بالنجاسة. والثاني لا ينجس لان ما لا ينجس الماء إذا وقع فيه وهو دون القلتين لم ينجسه وان تغير به كالسمك والجراد. الى ان قال.. فلو كثر هذا الحيوان فغير الماء فهل ينجسه فيه الوجهان اللذان ذكرهما المصنف قال الشيخ أبو حامد والبندنيجى والمحاملى في المجموع وصاحب العدة وغيرهم هذان الوجهان حكاهما أبو حفص عمر بن أبي العباس بن سريج عن أبيه والاصح منهما انه ينجسه وصححه الشاشى والرافعي وآخرون وقطع به الدارمي في الاستذكار وابن كج في التجريد لانه ما تغير بالنجاسة: والوجهان جاريان سواء كان الماء المتغير به قليلا أو كثيرا: وممن صرح بجريانهما فيما دون القلتين القاضى أبو الطيب في تعليقه وأشار الي جريانهما أيضا الشيخ أبو حامد ويجريان في الطعام المتغير بهذا الحيوان ذكره الشيخ أبو حامد قال صاحب البيان فان قلنا لا ينجس الماء المتغير به كان طاهرا غير طهور: قال وكذا ما تغير بسمك أو جراد يكون طاهرا غير مطهر وحكاه أيضا عن الصيدلاني: وقال امام الحرمين يكون علي هذا الوجه كالمتغير بورق الشجر يعني فيكون فيه الخلاف السابق في الورق والصواب ما ذكره الصيدلاني وصاحب البيان لانه ليس بأقل من المتغير بزعفران ونحوه والله أعلم
(فرع) هذان القولان السابقان انما هما في نجاسة الماء بموت هذا الحيوان وأما الحيوان نفسه ففيه طريقان أحدهما أن في نجاسته القولين ان قلنا نجس نجس الماء والا فلا وهذا قول القفال والثاني القطع بنجاسة الحيوان وبهذا قطع العراقيون وغيرهم وهو الصحيح لانه من جملة الميتات ومذهب مالك وأبي حنيفة أنه لا ينجس بالموت. دليلنا أنه ميتة وانما لا ينجس الماء لتعذر الاحتراز منه
(فرع) القولان بنجاسة الماء بموته يجريان في جميع المائعات والاطعمة صرح به أصحابنا واتفقوا عليه والصحيح في الجميع الطهارة للحديث وعموم البلوى وعسر الاحتراز
FATAWA AR-RAMLI juz 5 hal.228
( سئل ) عن طعام وقع فيه نمل وتعذر تخليصه منه فهل يجوز أكل ذلك الطعام بنمله أو لا يجوز لموته فيه وخوف ضرره ؟ ( فأجاب ) بأنه يجوز له أكل الطعام المذكور إلا أن يغلب على ظنه ضرره منه فلا يجوز له .
Anda pasti pernah melihat kue yang enak banget namun harus di buat kesal karena ada banyak semut yang juga ikutan nyerbu kue tadi?, atau saat anda ingin meminum susu coklat di pagi hari namun lagi-lagi ternyata susu coklat anda sudah dipenuhi dengan banyak semut yang juga pengen ikutan menikmati minuman anda?, sebenarnya najiskah minuman yang bercampur dengan banyak semut sebagaimana dalam kejadian ini? dan apakah jika dirasa sulit untuk membuang semut-semut dari makanan atau minuman tadi kita diperbolehkan untuk langsung mengkonsumsinya?
Karena semut juga merupakan hewan yang saat di sayat atau di bunuh tidak akan mengeluarkan darah, maka untuk jawaban dari problem ini sebenarnya tidak lepas dari kontroversi akan hukum untuk hewan yang tidak mengalir darahnya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa semut juga dapat merusak kesucian air karena hewan ini adalah jenis hewan yang tidak boleh dikonsumsi saat sudah mati dan hal itu bukan karena kemulyaannya sebagaimana bangkai manusia, sehingga hukumnya juga akan disamakan sebagaimana hewan yang mengalir darahnya saat di sayat. Pendapat yang lain menuturkan bahwa semut tidak dapat merusak kesucian air dengan menganalogikan hal ini pada kasus lalat yang tersurat dalam sabda nabi :
"إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَ الْأُخْرَى شِفَاءً"
Jika ada lalat yang masuk ke dalam minuman kalian maka masukkan seluruh bagian tubuh lalat tadi ke dalam minuman, lalu kemudian buanglah. Karena salah satu dari sayapnya adalah sumber penyakit sedangkan yang lain adalah obatnya
Dan seperti yang kita ketahui terkadang makanan atau minuman yang kita konsumsi masih dalam keadaan panas, sehingga jika kita laksanakan anjuran Nabi sebagaimana dalam hadits, lalat tersebut akan mati, jika hal tersebut bisa berpengaruh terhadap kesucian air tentunya Rosulullah tidak akan bersabda sebagaimana di atas.
Rumusan hukum ini juga senada dengan pendapat imam Romli dalam kitab Fatawanya, beliau menyatakan bahwa jika pada makanan kita terdapat banyak semut dan kita sulit untuk membersihkannya maka kita boleh untuk langsung memakannya meski sekalian dengan semutnya. Kecuali jika ada dugaan kuat bahwa hal tersebut dapat membahayakan tubuh kita.
Dan jika semisal semut ini begitu banyak sehingga dapat merubah sifat-sifat dari air, maka dalam hal ini juga terdapat dua versi pendapat, sebagian ulama' menyatakan bahwa air tersebut dihukumi najis karena bagaimanapun air ini adalah adalah air yang berubah disebabkan oleh hal yang najis. Oleh imam Rofii, imam Asy-Syasyi dan beberapa ulama' lain pendapat ini diklaim sebagai pendapat yang benar (shahih). Sedangkan pendapat kedua menyatakan air tersebut tetap dihukumi suci karena hal-hal yang tidak berpengaruh terhadap kesucian air saat air tersebut dalam skala sedikit, maka juga tidak akan merusak kesucian air meskipun air tersebut mengalami perubahan. Dan jika kita mengikuti pendapat ini maka air tersebut juga memiliki fungsi untuk mensucikan. Versi ini oleh imam Bujairomi dianggap sebagai pendapat yang shohih melihat hadits tentang kasus lalat di atas, dan karena kasus seperti ini seringkali terjadi dan sulit untuk kita hindari.
Keterangan di atas adalah mengenai status air yang terdapat banyak semut di dalamnya. Sedangkan untuk hukum semut itu sendiri oleh imam Qoffal disesuaikan dengan perbedaan fuqoha' di atas, artinya jika kita mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa air tersebut tetap suci maka hukum dari semut itu juga suci, demikian juga sebaliknya. Sedangkan menurut para pakar fikih negara irak yang juga didukung oleh beberapa ulama' lain, status hukum semut tersebut adalah najis karena termasuk kategori bangkai.
AL-MAJMU' SYARH AL-MUHADZDZAB juz 1 hal.127_131
وان كانت النجاسة ميتة لا نفس لها سائلة كالذباب والزنبور ما أشبههما ففيه قولان. أحدهما أنها كغيرها من الميتات لانه حيوان لا يؤكل بعد موته لا لحرمته فهو كالحيوان الذى له نفس سائلة. والثانى أنه لا يفسد الماء لما روى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا وقع الذباب في اناء أحدكم فامقلوه فان في احد جناحيه داء وفي الآخر دواء وقد يكون الطعام حارا فيموت بالمقل فيه فلو كان يفسده لما امر بمقله ليكون شفاء لنا إذا أكلناه فان كثر من ذلك ما غير الماء ففيه وجهان. أحدهما أنه ينجس لانه ماء تغير بالنجاسة. والثاني لا ينجس لان ما لا ينجس الماء إذا وقع فيه وهو دون القلتين لم ينجسه وان تغير به كالسمك والجراد. الى ان قال.. فلو كثر هذا الحيوان فغير الماء فهل ينجسه فيه الوجهان اللذان ذكرهما المصنف قال الشيخ أبو حامد والبندنيجى والمحاملى في المجموع وصاحب العدة وغيرهم هذان الوجهان حكاهما أبو حفص عمر بن أبي العباس بن سريج عن أبيه والاصح منهما انه ينجسه وصححه الشاشى والرافعي وآخرون وقطع به الدارمي في الاستذكار وابن كج في التجريد لانه ما تغير بالنجاسة: والوجهان جاريان سواء كان الماء المتغير به قليلا أو كثيرا: وممن صرح بجريانهما فيما دون القلتين القاضى أبو الطيب في تعليقه وأشار الي جريانهما أيضا الشيخ أبو حامد ويجريان في الطعام المتغير بهذا الحيوان ذكره الشيخ أبو حامد قال صاحب البيان فان قلنا لا ينجس الماء المتغير به كان طاهرا غير طهور: قال وكذا ما تغير بسمك أو جراد يكون طاهرا غير مطهر وحكاه أيضا عن الصيدلاني: وقال امام الحرمين يكون علي هذا الوجه كالمتغير بورق الشجر يعني فيكون فيه الخلاف السابق في الورق والصواب ما ذكره الصيدلاني وصاحب البيان لانه ليس بأقل من المتغير بزعفران ونحوه والله أعلم
(فرع) هذان القولان السابقان انما هما في نجاسة الماء بموت هذا الحيوان وأما الحيوان نفسه ففيه طريقان أحدهما أن في نجاسته القولين ان قلنا نجس نجس الماء والا فلا وهذا قول القفال والثاني القطع بنجاسة الحيوان وبهذا قطع العراقيون وغيرهم وهو الصحيح لانه من جملة الميتات ومذهب مالك وأبي حنيفة أنه لا ينجس بالموت. دليلنا أنه ميتة وانما لا ينجس الماء لتعذر الاحتراز منه
(فرع) القولان بنجاسة الماء بموته يجريان في جميع المائعات والاطعمة صرح به أصحابنا واتفقوا عليه والصحيح في الجميع الطهارة للحديث وعموم البلوى وعسر الاحتراز
FATAWA AR-RAMLI juz 5 hal.228
( سئل ) عن طعام وقع فيه نمل وتعذر تخليصه منه فهل يجوز أكل ذلك الطعام بنمله أو لا يجوز لموته فيه وخوف ضرره ؟ ( فأجاب ) بأنه يجوز له أكل الطعام المذكور إلا أن يغلب على ظنه ضرره منه فلا يجوز له .
link dokumen :
https://www.facebook.com/notes/huda-sarungan-humor-dan-dawah-sarana-untuk-ngaji/1153-hukum-makanan-dan-minuman-yang-di-kerubuti-semut/750834114941329